Rumawan, Taufan (2023) Penerapan Kebijakan Legislatif tentang Permufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi yang Diputus Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (No. 1959 K/Pid.Sus/2021/MA). S2 thesis, Universitas Kristen Indonesia.
Text (Hal_Judul_Daftar Isi_Abstrak)
HalJudulDaftarIsiAbstrak.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (2MB) |
|
Text (BAB_I)
BABI.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (231kB) |
|
Text (BAB_II)
BABII.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (209kB) |
|
Text (BAB_III)
BABIII.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (215kB) |
|
Text (BAB_IV)
BABIV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (201kB) |
|
Text (BAB_V)
BABV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (34kB) |
|
Text (Daftar_Pustaka)
Daftar_Pustaka.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (57kB) |
Abstract
Tesis ini mengkaji rekonstruksi pemufakatan jahat dalam Konteks Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) dengan fokus pada implementasi kebijakan legislatif. Penelitian ini mencoba menjawab dua rumusan masalah: (1) Bagaimana rekonstruksi pemufakatan jahat dalam KUHP dibandingkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001? dan (2) Bagaimana penerapan Kebijakan hukum pidana terhadap permufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi, khususnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 1959 K/PID.SUS/2021/MA?Dalam kerangka teoritis, penelitian ini menggunakan dua teori utama: (a) Teori Keadilan, yang menyoroti keadilan sebagai tujuan utama hukum; dan (b) Teori Kebijakan Hukum Pidana, yang menekankan kebijakan sebagai landasan pembentukan peraturan hukum. Konsep keadilan menjadi krusial dalam pemahaman dan penegakan hukum pidana. Kesimpulanya, Perbuatan Muzni Zakaria dapat dikualifikasikan sebagai pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi. Penerimaan suap yang dilakukannya merupakan hasil dari kesepakatan untuk memberikan proyek kepada pihak tertentu. Putusan Mahkamah Agung yang melibatkan Terdakwa Muzni Zakaria menegaskan penerapan kebijakan hukum pidana terhadap permufakatan jahat. Putusan tersebut memberikan sanksi yang sepadan dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh Terdakwa, dengan pidana penjara, denda, dan pidana tambahan. Diperlukan penguatan sistem pengawasan internal di tingkat pemerintahan daerah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat kepala daerah. Mekanisme pengawasan yang transparan dan efektif dapat menjadi langkah awal dalam mencegah praktik korupsi. Program pelatihan dan sosialisasi etika dan moral perlu ditingkatkan di kalangan pejabat publik. Kesadaran akan konsekuensi hukum dan moral dari praktik korupsi dapat membantu menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari tindakan korupsi. Pemerintah perlu menggencarkan kampanye pengarusutamaan nilai-nilai integritas dalam setiap lapisan masyarakat, khususnya di lingkungan birokrasi dan sektor publik. Pembentukan budaya integritas dapat menjadi fondasi yang kuat untuk pencegahan korupsi. Dengan mengimplementasikan saran-saran tersebut, diharapkan dapat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, mendukung perkembangan Indonesia ke arah yang lebih baik dan adil. Dengan demikian, putusan ini menegaskan perlunya upaya bersama untuk memberantas korupsi guna menciptakan masyarakat yang adil, transparan, dan berkeadilan. Reformasi regulasi, penguatan pengawasan internal pemerintahan daerah, dan peningkatan kesadaran etika di kalangan pejabat publik menjadi langkah-langkah esensial dalam memerangi korupsi. Kata Kunci : Pemufakatan, Korupsi, Pertimbangan Hakim. / This thesis examines the reconstruction of criminal conspiracy in the context of the Criminal Code (KUHP) and the Corruption Eradication Law (UU PTPK) with a focus on the implementation of legislative policies. This research tries to answer two problem formulations: (1) How does the reconstruction of criminal conspiracy in the Criminal Code compare with Law no. 31 of 1999 in conjunction with Law no. 20 of 2001? and (2) How is the application of criminal law policy towards criminal conspiracy in criminal acts of corruption, especially the Supreme Court Decision Number 1959 K/PID.SUS/2021/MA? In the theoretical framework, this research uses two main theories: (a) Theory of Justice, which highlights justice as the main goal of law; and (b) Criminal Law Policy Theory, which emphasizes policy as the basis for the formation of legal regulations. The concept of justice is crucial in understanding and enforcing criminal law. In conclusion, Muzni Zakaria's actions can be qualified as an evil conspiracy in the criminal act of corruption. His acceptance of bribes was the result of an agreement to provide a project to a certain party. The Supreme Court's decision involving the Defendant Muzni Zakaria confirms the application of criminal law policy against criminal conspiracy. This decision provides sanctions commensurate with the level of error committed by the Defendant, with imprisonment, fines and additional penalties. It is necessary to strengthen the internal monitoring system at the regional government level to prevent abuse of authority by regional head officials. A transparent and effective monitoring mechanism can be the first step in preventing corrupt practices. Ethics and moral training and socialization programs need to be improved among public officials. Awareness of the legal and moral consequences of corrupt practices can help create an environment that is clean and free from corruption. The government needs to intensify its campaign to mainstream the values of integrity in every level of society, especially in the bureaucracy and public sector. Establishing a culture of integrity can be a strong foundation for preventing corruption. By implementing these suggestions, it is hoped that governance that is clean and free from corruption will be realized, supporting Indonesia's development in a better and fairer direction. Thus, this decision emphasizes the need for joint efforts to eradicate corruption in order to create a fair, transparent and just society. Regulatory reform, strengthening internal supervision of regional governments, and increasing ethical awareness among public officials are essential steps in fighting corruption. Keywords: Consensus, Corruption, Judge's Consideration.
Item Type: | Thesis (S2) | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
||||||||||||
Additional Information: | Nomor Panggil : T.A 345.023 23 Tau p 2023 | ||||||||||||
Subjects: | LAW | ||||||||||||
Divisions: | PROGRAM PASCASARJANA > Magister Ilmu Hukum | ||||||||||||
Depositing User: | Users 4060 not found. | ||||||||||||
Date Deposited: | 30 Nov 2023 12:16 | ||||||||||||
Last Modified: | 26 Jan 2024 03:40 | ||||||||||||
URI: | http://repository.uki.ac.id/id/eprint/13026 |
Actions (login required)
View Item |