Multi Tafsir Perbuatan Korupsi Dalam Penerapan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor No. 1261k/Pid.Sus/2015)

Bangngoe, Nicolas B.B (2018) Multi Tafsir Perbuatan Korupsi Dalam Penerapan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor No. 1261k/Pid.Sus/2015). S2 thesis, Universitas Kristen Indonesia.

	Text (Hal_Judul_Abstrak_Daftar_Isi) HalJudulAbstrakDaftarIsi.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (1MB)
	Text (BAB_I) BABI.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (485kB)
	Text (BAB_II) BABII.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (572kB)
	Text (BAB_III) BABIII.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (520kB)
	Text (BAB_IV) BABIV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (177kB)
	Text (BAB_V) BABV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (334kB)
	Text (Daftar_Pustaka) DadftarPustaka.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives. Download (707kB)

Abstract

In practice, the interpretation or interpretation against the criminal acts of corruption do not single although the formula PTPK ACT is quite clear. The interpretation of the double against corruption criminal act done on almost all articles in the ACT PTPK and occurs in almost all levels of the judiciary. In this thesis the double interpretation of the crime of corruption that was examined was the interpretation of application of article 12 of the ACT against PTPK. These studies prove the cause of the occurrence of a double against the interpretation of the elements of article 12 of the ACT PTPK as more symptoms of disorder and problems of interpretation. Symptoms of the disorder or lack of regularity in the interpretation of kategorial was marked by 3 (three) salient indication. First, the existence of the weakness inherent in the formulation of legal rules which made the rule of law in question become the interpretation making it difficult get certainty. Second, inflation regulation characterized by multiplicity of overlapping rules, either vertically or horizontally. Consequently, a violation of rules that one could be justified by other rules. Thirdly, the large number of legal rules that open space diskresi, but without accountability and minus transpraransi. The excesses of the three it is for concrete cases, no exception in the implementation of law PTPK and or how to do the interpretation of a criminal deed (of corruption), which is the dominant way of ' reading ' the law solely grammatical.How to read (interpret) the law sistematikal and historikal rarity. The interpretation of double criminal act corruption according the findings of this study are a manifestation of the lack of good understanding in the terminology irregular reductionist or holistic. A solution to put an end to such understanding is to set out the understanding of the use of done simultaneously good grammatical understanding, sistematical and horizontal by placing a ' substantial justice ' as the contex of discovery.The main purpose of being a justice, legal certainty, not just because of the certainty of itself is already available when a law is made. /Dalam praktek, tafsir atau interpretasi terhadap perbuatan korupsi tidak tunggal meski rumusan UU PTPK cukup jelas. Multi Tafsir terhadap perbuatan korupsi dilakukan pada hampir semua pasal dalam UU PTPK dan terjadi hampir di semua level peradilan. Dalam tesis ini multi tafsir perbuatan korupsi yang diteliti adalah tafsir terhadap perbuatan pidana pada pasal 12 UU PTPK. Studi ini membuktikan sebab terjadinya multi tafsir terhadap unsur-unsur PTPK lebih sebagai gejala disorder dan masalah interpretasi. Gejala disorder atau ketidak-beraturan tafsir secara kategorial ditandai oleh 3 (tiga) indikasi menonjol. Pertama, adanya kelemahan yang melekat pada rumusan aturan hukum yang menjadikan aturan hukum yang bersangkutan menjadi multi tafsir sehingga sulit mendapatkan kepastian. Kedua, adanya inflasi peraturan yang ditandai oleh banyaknya aturan yang tumpang-tindih, baik secara vertikal maupun horizontal. Akibatnya, suatu pelanggaran terhadap aturan yang satu bisa saja dibenarkan oleh aturan yang lain. Ketiga, banyaknya aturan hukum yang membuka ruang diskresi, namun tanpa akuntabilitas dan minus transpraransi. Ekses dari ketiga hal ini bagi kasus-kasus ril, tak terkecuali dalam penerapan undang-undang PTPK dan atau cara melakukan interpretasi terhadap suatu perbuatan pidana (korupsi), yang dominan adalah cara ‗membaca‘ hukum yang semata-mata gramatikal. Cara membaca (menginterpretasikan) hukum sistematikal dan yang historikal sangat jarang dilakukan. Multi ganda perbuatan korupsi sesuai temuan studi ini adalah manifestasi dari ketidak-beraturan tafsir baik dalam terminologi reduksionistik maupun holistik. Solusi untuk mengakhiri tafsir yang demikian adalah dengan megedepankan pengunaan tafsir dilakukan secara bersamaan baik tafsir gramatikal, sistematikal dan Historikal dengan menempatkan ‗keadilan substansial‘ sebagai contex of discovery. Keadilan lah yang menjadi tujuan utama, bukan sekedar kepastian hukum, karena kepastian itu sendiri sudah terberi ketika suatu aturan hukum dibuat. Kata kunci: Multi Tafsir, ketidak-beraturan tafsir, tafsir gramatikal, sistematikal dan Historikal dan keadilan substansial.

Actions (login required)

View Item