Penerapan Pedoman Pemidanaan dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Pejabat Negara dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 72/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn Jkt.Pst

Thopan, Souw (2022) Penerapan Pedoman Pemidanaan dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Pejabat Negara dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 72/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn Jkt.Pst. S2 thesis, Universitas Kristen Indonesia.

[img] Text (Hal_Judul_Daftar_Isi_Abstrak)
HalJudulDaftarIsiAbstrak.pdf
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (3MB)
[img] Text (BAB_I)
BAB I.pdf
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (520kB)
[img] Text (BAB_II)
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (804kB)
[img] Text (BAB_III)
BABIII.pdf
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (919kB)
[img] Text (BAB_IV)
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (507kB)
[img] Text (BAB_V)
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (45kB)
[img] Text (Daftar_Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike.

Download (357kB)

Abstract

Nama : SOUW THOPAN NIM : 2002190053 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, S.H., M. Hum. Dr. Drs. Tatok Sudjiarto, S.H., M.H., M.TL. Judul Tesis : Penerapan Pedoman Pemidanaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Oleh Pejabat Negara Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor.72/Pid.Sus-TPK/2014/PN Jkt.Pst Korupsi merupakan salah satu dari beberapa perbuatan yang sangat merugikan keuangan negara, hal ini yang membuat legislative mendorong dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi, dirumuskan dalam Undang-Undang tersendiri di luar KUHP yaitu Undang-Undang No.20 tahun 2001 jo Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa "dapat" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Tipikor). Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss). Dalam pertimbangannya, setidaknya terdapat empat tolok ukur yang menjadi ratio legis MK menggeser makna subtansi terhadap delik korupsi. Keempat tolok ukur tersebut adalah (1) nebis in idem dengan Putusan MK yang terdahulu yakni Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006; (2) munculnya ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dalam delik korupsi formiil sehingga diubah menjadi delik materiil; (3) relasi/harmonisasi antara frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam pendekatan pidana pada Undang-Undang Tipikor dengan pendekatan administratif pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan (Undang-Undang AP); dan (4) adanya dugaan kriminalisasi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan menggunakan frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam Undang-Undang Tipikor. Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi secara khusus mengatur hukum acara sendiri terhadap penegakan hukum pelaku tindak pidana korupsi, secara umum dibedakan dengan penanganan pidana khusus lainya. Hal ini mengingat bahwa korupsi merupakan extra ordinary crime yang harus didahulukan dibanding tindak pidana lainnya. Korupsi adalah subordinasi kepentingan umum dibawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodoan yang luar biasa akan akibat-akibat yang diderita oleh masyarakat. Singkatnya korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Keberadaan Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang telah mencantumkan Larangan Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 17), menimbulkan pertanyaan sebagaimana dalam rumusan masalah, tentang bagaimana Hakim menjatuhkan berat/ringannya sanksi pidana dalam penjatuhan hukuman bagi pejabat negara, yang menjalankan fungsi pemerintahan di bidang eksekutif dan tengah didakwa dalam perkara tindak pidana korupsi Pasal 3 Undang-Undang No.20 tahun 2001 jo Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, termasuk ranah hukum pidana khusus semata-mata atau juga termasuk ranah hukum administrasi Negara. Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, oleh karena itu penulis merasa sangat tertarik untuk mengangkat kasus ini dengan mendeskripsikan beberapa inti pembahasan mengenai pengaturan tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan berat/ringannya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam kaitannya pada Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kesemuanya penulis rangkun dalam penelitian tesis dengan judul “PENERAPAN PEDOMAN PEMIDANAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH PEJABAT NEGARA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT Nomor. 72/Pid.Sus-TPK/2014/PN JKT.PST.” Berdasarkan analisa dan pembahasan penulis yang dikupas dalam tesis ini penulis menarik kesimpulan badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan. Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan, dan/atau bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka perbuatan tersebut tidak membuat efek jera dan kecenderungan dilakukan oleh seorang pejabat, oleh karena itu atas pertimbangan asas keadilan bahwa tindakan hukum administrasi belum tepat, jika ditelisik perbuatan unsur perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Pidana. Korupsi sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun orang lain, dari perbuatan itu, setiap orang yang dalam hal ini para pejabat pemerintahan yang melakukan perbuatan tersebut dikatakan telah melakukan tindakan korupsi, dengan beberapa unsurnya seperti penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya saat menjalankan tugas yang diberikan oleh Undang-Undang, dan untuk itu dikatakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan korupsi memenuhi ketentuan pasal 13 Undang Undang Pemberantasan Korupsi No. 20 tahun 2001 dengan menyebutkan bahwa adanya unsur merugikan keuangan Negara dan perekonomian Negara dengan melakukan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Majelis Hakim pada putusan No. 72/Pid.Sus-TPK/2014/PN.JKT.PST telah memenuhi keadilan bagi semua pihak terhadap perbuatan penyalahgunaan wewenang dimaksud juga dikenakan sanksi pidana khususnya sanksi pidana dalam UU Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Putusan Majelis Hakim pada perkora No. 72/PID.Sus-TPK/2014/PN.JKT.PST sudah memenuhi keadilan bagi semua pihak ditinjau dari tujuan dan falsafah pemidanaan dalam tindak pidana korupsi ditinjau dari tujuan dan falsafah pemidanaan dalam tindak pidana korupsi. / Name -- SOUW THOPAN NIM : 2002190053 - Supervisor : Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, S.H., M. Hum. Dr. Drs. Tatok Sudjiarto, S.H., M.H., M.TL. Thesis Title : Application of Criminal Guidelines for Corruption by State Officials in Central Jakarta District Court Decision Number. 72/Pid.Sus-TPK/2014/PN Jkt.Pst Corruption is one of several acts that are very detrimental to state finances, this is what makes the legislature encourage the formation of laws and regulations regarding criminal acts of corruption, formulated in separate laws outside the Criminal Code, namely Law No. 20 of 2001 jo Law -Law No.31 of 1999 concerning Eradication of Corruption. The Constitutional Court Decision Number 25/PUU- XIV/2016 revokes the phrase "can" in Article 2 paragraph (1) and Article 3 of Law Number 31 of 1999 in conjunction with Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Crime Eradication (Tipikor Law). This Constitutional Court decision interprets that the phrase "can harm the state finances or the country's economy" in Article 2 paragraph (1) and Article 3 of the Corruption Law must be proven by actual state financial losses (actual loss) not potential or estimated state financial losses (potential). losses). In his consideration, there are at least four benchmarks that serve as a legal ratio for the Constitutional Court to shift the meaning of substance to gorruption offenses. The four benchmarks are (1) nebis in idem with the previous Constitutional Court Decision, namely Constitutional Court Decision Number 003/PUU-1V/2006: (2) the emergence of legal uncertainty in formal corruption offenses so that they are converted into material offenses: (3) relation/harmonization between the phrase "can be detrimental to state finances or the country's economy" in the criminal approach in the Corruption Law and the administrative approach in Law Number 30 of 2004 concerning Government Administration (AP Law), and (4) there is an allegation of criminalization of the State Civil Apparatus (ASN) by using the phrase "can be detrimental to state finances or the country's economy" in the Corruption Law. The law on the eradication of criminal acts of corruption specifically regulates its own procedural law for law enforcement of perpetrators of corruption, in general it is distinguished from handling other special crimes. This is because corruption is an extraordinary crime that must take precedence over other crimes. Corruption is the subordination of the public interest under the interests of personal goals which include violations of norms, duties and public welfare, accompanied by secrecy, betrayal, fraud and extraordinary ignorance of the conseguences suffered by society. In short, corruption is the misuse of trust for personal gain. The existence of Republic of Indonesia Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration which has included the Prohibition of Abuse of Authority (Article 17), raises the guestion as in the formulation of the problem, about how Judges impose the severity/lightness of criminal sanctions in imposing sentences for state officials, who carry out government functions in the executive ia Universitas Kristen Indonesia pemerintahan di bidang eksekutif dan tengah didakwa dalam perkara tindak pidana korupsi Pasal 3 Undang-Undang No.20 tahun 2001 jo Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, termasuk ranah hukum pidana khusus semata-mata atau juga termasuk ranah hukum administrasi Negara.

Item Type: Thesis (S2)
Contributors:
ContributionContributorsNIDN/NIDKEmail
Thesis advisorPanggabean, Mompang L.NIDN0304026301mompang.panggabean@uki.ac.id
Thesis advisorSudjiarto, TatokNIDN8931720021tatok.sudjiarto@uki.ac.id
Subjects: LAW
LAW > Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence
Divisions: PROGRAM PASCASARJANA > Magister Ilmu Hukum
Depositing User: Users 2689 not found.
Date Deposited: 17 Mar 2023 07:26
Last Modified: 17 Mar 2023 07:26
URI: http://repository.uki.ac.id/id/eprint/10661

Actions (login required)

View Item View Item