Nahria, and Rismawaty, and Siahaan, Chontina (2014) KEBEBASAN PERS DALAM PERSPEKTIF JURNALIS DI DAERAH KONFLIK (STUDI KASUS PEMBATASAN AKSES JURNALIS ASING DI PAPUA). In: Prosiding CCCMS 2014. Program Studi Ilmu komunikasi UII, Yogyakarta, pp. 141-148. ISBN 978 602 71722 0 3
Text
KEBEBASANPERSDALAMPERSPEKTIFJURNALISDIDAERAHKONFLIK.pdf Download (444kB) |
|
Text (Reviewer (Ibu Chontina))
ReviewerKebebasanPersdalamPerspektifJurnalisdiDaerahKonflik.pdf Download (120kB) |
|
Text (Hasil_Turnitin)
HasilTurnitinKebebasanPersdalamPerspektifJurnalisdiDaerahKonflik.pdf Download (4MB) |
Abstract
Kebebasan pers yang semakin terbuka menjadikan jurnalis lebih bebas dalam mengumpulkan (news gathering), mengolah (news editing), dan menyajikan berita (news presenting). Namun perjalanan mewujudkan kebebasan pers sehingga benar benar menjadi bagian tak terpisahkan dari tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara membutuhkan waktu yang panjang dan dihadapkan pada berbagai tantangan.Terlebih lagi pada posisi seorang jurnalis di daerah rawan konflik seperti Papua, kebebasan pers masih terus dipertanyakan. Banyak peristiwa yang terjadi di Papua tidak diketahui publik. Pembatasan akses informasi terutama dilakukan terhadap jurnalis asing. Jurnalis asing yang meliput di Papua terlebih dahulu mengajukan izin kepada Kementerian Luar Negeri dan tidak semua jurnalis asing memperoleh izin liputan. Izin liputan pun diberikan kepada media asing yang ingin meliput industri dan potensi pariwisata.Sedangkan izin liputan situasi ekonomi, sosial dan budaya seringkali ditolak dengan alasan faktor keamanan jurnalis bersangkutan terkait kondisi Papua yang rawan terjadi konflik. Jurnalis asing yang diizinkan meliput di Papua harus benar-benar mencari berita sesuai dengan yang dimasukkan dalam proses perizinan. Selama menjalankan tugas jurnalistiknya di Papua, jurnalis asing akan diawasi oleh tim intelejen. Lantas timbul pertanyaan bagaimana pandangan jurnalis di Papua terhadap pembatasan akses jurnalis asing dan mengapa hal itu masih terjadi di Papua?. Untuk menjawabnya peneliti membedahnya dengan pendekatan konstruktivis, metode studi kasus. Melalui wawancara mendalam dan pengamatan kepada 10 jurnalis yang bertugas di Papua,hasilnya menunjukkan bahwa informan penelitian memandang bahwa jurnalis asing harusnya berhak memperoleh kebebasan, pembatasan sebagai bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Pers yang menjamin kebebasan pers, dan pembatasan sebagai sesuatu yang wajar. Pembatasan dilakukan karena Indonesia sebagai negara kedaulatan harus ada izin bagi warga negara asing, jurnalis asing dianggap memiliki kepentingan politis, ada hal yang disembunyikan dan ditutup-tutupi oleh pemerintah, dan faktor keamanan jurnalis terkait situasi politik dan konflik yang kerap terjadi di Papua.
Item Type: | Book Section |
---|---|
Subjects: | SOCIAL SCIENCES |
Depositing User: | Mr. Admin Repository |
Date Deposited: | 30 Apr 2020 08:12 |
Last Modified: | 22 Jun 2022 07:08 |
URI: | http://repository.uki.ac.id/id/eprint/1664 |
Actions (login required)
View Item |