Pembatalan Perkawinan Poligami dengan Dasar Pemalsuan Identitas (Studi Putusan Nomor: 1077/Pdt.G/2021/Pa.Jp)

Larasati, Nadia Tri (2024) Pembatalan Perkawinan Poligami dengan Dasar Pemalsuan Identitas (Studi Putusan Nomor: 1077/Pdt.G/2021/Pa.Jp). S1 thesis, Universitas Kristen Indonesia.

	Text (Hal_Judul_Daftar_Isi_Abstrak) HalJudulDaftarisiDaftarGambarDaftarTabelDaftarlampiranAbstrak.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB)
	Text (BAB_I) BAB I.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (810kB)
	Text (BAB_II) BAB II.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (2MB)
	Text (BAB_III) BAB III.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB)
	Text (BAB_IV) BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (881kB)
	Text (BAB_V) BAB V.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (83kB)
	Text (Daftar_Pustaka) DAFTAR PUSTAKA.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (350kB)

Abstract

Pada dasarnya poligami bukanlah suatu hal yang dilarang oleh hukum agama maupun hukum positif di Indonesia, akan tetapi didalam pelaksanaan poligami tersebut terdapat batasan-batasan terhadapnya yaitu poligami terbatas hanya sampai empat istri, dapat berbuat adil dan memiliki kemampuan dalam memberikan nafkah, serta harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kebasahan perkawinan poligami tanpa ada izin pengadilan dan apakah hakim dalam perkara perdata memiliki kewenangan untuk menyatakan adanya sebuah pemalsuan identitas atau harus dibuktikan secara pidana terlebih dahulu (Studi Putusan Nomor 1077/Pdt.G/2021/PA.JP). Penulis menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif yang bersifat deskriptif melalui pendekatan undang-undang dan studi kasus yang menggunakan data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa ada izin Pengadilan Agama dianggap sebagai perkawinan sah berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan, namun dianggap cacat hukum karena tidak memenuhi syarat perkawinan dan dapat diajukan pembatalan terhadap perkawinan tersebut. Berdasarkan Pasak 56 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, hakim dalam perkara perdata tidak berwenang untuk menyatakan adanya pemalsuan identitas, karena hal tersebut bukanlah menjadi kompetensi dari hakim dalam perkara perdata. / Basically polygamy is not something that is prohibited by religious law and positive law in Indonesia, but in the implementation of polygamy there are restrictions on it, namely polygamy is limited to only four wives, can be fair and have the ability to provide maintenance, and must obtain permission from the Religious Court. The formulation of the problem in this study is how the validity of a polygamous marriage without a court permit and whether the judge in a civil case has the authority to declare the existence of an identity forgery or must be proven criminally first (Study of Decision Number 1077/Pdt.G/2021/PA.JP). The author uses a descriptive Normative Juridical research method through a statutory approach and case studies using secondary data with primary, secondary and tertiary legal materials. From the results of this study, it can be concluded that a polygamous marriage carried out without the permission of the Religious Court is considered a valid marriage based on Article 2 Paragraph (1) of the Marriage Law, but is considered legally defective because it does not fulfill the conditions of marriage and can be annulled against the marriage. Based on Article 56 Paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law, judges in civil cases are not authorized to declare the existence of identity forgery, because it is not the competence of judges in civil cases.

Actions (login required)

View Item