Mangani, Ktut Silvanita and Santosa, Maliki H. and Hariadi, Slamet (2015) ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN. Technical Report. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia, Indonesia, Jakarta. (Unpublished)
|
Text
Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan_UPT Perp..pdf Download (295kB) | Preview |
Abstract
Pengelolaan sumber daya hutan secara lestari dan berkelanjutan merupakan kewajiban bagi bangsa Indonesia untuk menjawab amanat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal ini diatribusi ke dalam UU No. 41Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang kemudian mengalami perubahan berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 2004. Perpu ini kemudian disahkan sebagai UU No. 19 Tahun 2004. Dalam pasal 2 UU No. 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa “Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan”. Secara teoritis, dalam asas ini terlihat upaya pemerintah untuk mengimplementasikan prinsip good governance dalam penyelenggaraan kehutanan guna menjamin, melindungi dan mengamankan fungsi hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lainlain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industry yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi: (a) Gudang keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, (b) Bank lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO2 serta penghasil oksigen, (c) Fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya, (d) Sumber bahan obat-obatan, (e) Ekoturisme, (f) Bank genetik yang hampir-hampir tidak terbatas, dan lain-lain (Jayapercunda, 2002). Hutan Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Dengan luas 1.860.359,67 km daratan, 5,8 juta km wilayah perairan, dan 81.000 km garis pantai, Indonesia ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal tingkat keanekaragaman hayati (Kementrian Lingkungan Hidup, 2009). Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi Indonesia meliputi: 10 persen spesies tanaman berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, serta 25 persen spesies ikan yang terdapat di dunia. 2 Sejak akhir 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan alam sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional, dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam memanfaatkan hasil hutan dari hutan alam. Dalam pelaksanaannya, HPH telah mendahului sebagai penyebab degradasi hutan alam. Degradasi ini semakin besar ketika pada tahun 1990 pemerintah mengundang investor swasta untuk melakukan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan iming-iming sejumlah insentif. Ditambah lagi tingginya laju penanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh perkebunan dengan mengkonversi hutan (Kartodihardjo, 2000). Sektor kehutanan mengalami pertumbuhan yang hebat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian pada 1980-an dan 1990-an. Ekspansi besar-besaran di sektor produksi kayu lapis dan pulp-dan-kertas menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu jauh melebihi kemampuan pasokan legal. Dampaknya, terjadi praktik kegiatan kehutanan yang tidak lestari sama sekali. Pada tahun 2000, sekitar 65 persen dari pasokan total industry pengolahan kayu berasal dari kayu yang dibalak secara ilegal. HTI yang dipromosikan secara besarbesaran dan disubsidi agar mencukupi pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat malah mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Jutaan hektare (ha) hutan alam ditebang habis untuk dijadikan areal HTI. Namun, dari seluruh lahan yang telah dibuka, 75 persen tidak pernah ditanami.
Item Type: | Monograph (Technical Report) |
---|---|
Subjects: | AGRICULTURE > Forestry |
Depositing User: | Mr. Admin Repository |
Date Deposited: | 15 Aug 2018 08:12 |
Last Modified: | 15 Aug 2018 09:13 |
URI: | http://repository.uki.ac.id/id/eprint/125 |
Actions (login required)
View Item |