Gultom, Marolop Irvan (2019) Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah Studi Kasus PN Tangerang Perkara Reg NO.56/PDT.G/2014/PN.TNG. S1 thesis, Universitas Kristen Indonesia.
|
Text
Hal_Judul_Abstrak_Daftar_Isi.pdf Download (231kB) | Preview |
|
Text
BAB_I.pdf Restricted to Registered users only Download (224kB) |
||
Text
BAB_II.pdf Restricted to Registered users only Download (227kB) |
||
Text
BAB_III.pdf Restricted to Registered users only Download (284kB) |
||
Text
BAB_IV.pdf Restricted to Registered users only Download (147kB) |
||
Text
BAB_v.pdf Restricted to Registered users only Download (111kB) |
||
|
Text
Daftar_Pustaka.pdf Download (143kB) | Preview |
|
|
Text
Lampiran.pdf Download (82kB) | Preview |
Abstract
Dalam era pembangunan seperti saat sekarang ini, masalah pertanahan merupakan suatu masalah yang sangat penting peranannya bagi keberhasilan pembangunan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh pemerintah, terutama karena tanah dapat dipergunakan sebagai tempat bermukim, tempat mencari kebutuhan hidup (nafkah), melalui usaha-usaha yang dapat dilaksanakan diatas sebidang tanah.Untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan bidang tanah tersebut, maka Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah membentuk Hukum Agraria Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Lembaran Negara No 104/1960 tentang UUPA yang berlaku secara unifikasi, sejak tanggal 24 September 1960. Kemudian pada tanggal 8 Juli 1997 oleh Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menggantikan Peratuan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang mengatur pelaksanaan Pendaftaran Tanah sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Salah satu bukti kepemilikan seseorang atas sebidang tanah yang sudah didaftarkan ke Kantor Pertanahan adalah apa yang dianamakan dengan “Sertifikat”. (tanda bukti hak atas tanah), yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional atas permohonan dan bukti-bukti kepemilikan yang dimiliki oleh pemohon. Akan tetapi seiring dengan tingginya nilai dan manfaat bidang tanah bagi kehidupan manusia, maka banyak orang berupaya memperoleh bukti kepemilikan hak atas tanah dengan memiliki sertifikat palsu, dimana data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan yang ada pada buku tanah (warkah), sehingga atas satu bidang tanah timbullah apa yang dinamakan sertifikat ganda. Sertifikat ganda adalah terdapatnya lebih dari satu sertifikat (bukti hak) atas se sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh dua atau lebih subjek hukum (orang atau badan hukum), dimana keadaan ini (sertifikat ganda) akan menimbulkan sengketa dibidang pertanahan bagi para pemegang sertifikat-sertifikat tersebut yang masing-masing saling menuding bahwa apa yang mereka miliki itulah yang benar yang penyelesaiannya terkadang harus menggugatnya ke lembaga peradilan yang berwenang yaitu peradilan tata usaha negara atau ke peradilan umum dengan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Disamping diselesaikan melalui perdilan tata usaha negara atau perdilan umum, sengketa pertanahan ini dapat juga diselesaikan diluar peradilan, yaitu melalui penyelesaian oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak yang bersengketa bahkan dapat diselesaikan melalui badan arbitrase. Salah satu sengketa pertanahan yang menyangkut sertifikat ganda yang diselesaikan melalui peradilan umum adalah Perkara dengan Register Nomor :56/Pdt.G/2014/Pn.Tng, tanggal 30 Oktober 2014, dimana Penggugat Ir.RM.PUNTO WIBISONO menggugat agar Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor:124/Pondok Jaya/2000 milik PT.JAYA REAL PROPERTY,Tbk, selaku Turut Tergugat I dalam perkara tersebut, karena Penggugat tersebut sebelumnya telah memiliki sertifikat diatas tanah tersebut, yakni Sertifikat Hak Milik semula No.496/Pondok Aren, kemudian berubah menjadi Hak Milik No.0297/Pondok Jaya. Dalam semua tingkat peradilan, bahwa gugatan penggugat diditolak seluruhnya atau setidaknya dinyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijkke Verklaard) atau yang sering disebut dengan istilah “NO”, dimana semua tingkat peradilan mempunyai pertimbangan hukum yang sama, yaitu , bahwa letak tanah dalam kedua sertifikat tersebut adalah berbeda, dan perkara tersebut sebelumnya sudah pernah diperiksa dan di adili oleh pengadilan yang berwenang (Nebis in idem). Kata Kunci : Hukum Agraria, Pendaftaran Hak Atas Tanah, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah In the era of development as it is today, land problems are a very important problem for the success of development which is actively being carried out by the government, especially because land can be used as a place to live, a place to find living needs (livelihoods), through efforts which can be carried out on a plot of land. To regulate matters relating to the land parcels, the Government and the House of Representatives of the Republic of Indonesia have established the National Agrarian Law as stipulated in Law Number 5 Year 1960 of State Gazette No. 104/1960 concerning the LoGA which applies unification, from the date September 24, 196 Then on July 8, 1997 the Government established Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration replacing Government Regulation Number 10 of 1961, which regulates the implementation of Land Registration as instructed by Article 19 of BAL Number 5 of 1960. One proof of someone's ownership of a piece of land that has been registered with the Land Office is what is implanted with a "Certificate". (proof of land title), issued by the National Land Agency for the application and proof of ownership held by the applicant But along with the high value and benefits of land parcels for human life, many people try to obtain proof of ownership of land rights by having fake certificates, where the data on the certificate is not in accordance with those in the land book, so that one plots of land arise what are called double certificates. Double certificates are the presence of more than one certificate (proof of rights) of the same piece of land that is owned by two or more legal subjects (people or legal entities), where this condition (double certificate) will cause disputes in the land for certificate holders- the certificates which each accuse each other that what they have is the one whose solution sometimes has to sue the competent judicial institution, namely the state administrative court or the general court with not a little time and money. Besides being resolved through state administrative procedures or public affairs, these land disputes can also be resolved outside the court, namely through settlement by the National Land Agency (BPN) or by third parties chosen by both parties to the dispute that can even be resolved through an arbitration body. One land dispute involving a double certificate completed through the general court is Case with Register Number: 56 / Pdt.G / 2014 / Pn.Tng, October 30, 2014, where the Plaintiff Ir.RM.PUNTO WIBISONO sued that the Head of the Regency Land Office Tangerang canceled the HGB Building Number: 124 / Pondok Jaya /2000 owned by PT. JAYA REAL PROPERTY, Tbk, as the First Defendant in the case, because the Plaintiff previously had a certificate on the land, namely the Original Ownership Certificate No.496 / Pondok Aren, then changed to Hak Milik No.0297 / Pondok Jaya. In all levels of the judiciary, the plaintiff's claim is completely rejected or at least stated that the plaintiff's claim is unacceptable (Niet Onvankelijkke Verklaard) or often referred to as "NO", where all levels of the court have the same legal considerations, namely, that the land is in the two certificates were different, and the case had previously been examined and tried by an authorized court (Nebis in idem) Keywords : Agrarian Law, Registration of Land Rights, Settlement of Land Rights Disputes
Item Type: | Thesis (S1) | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
||||||||||||
Subjects: | LAW > Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > Comparative law. International uniform law > Constitutional law > Organs of government > The judiciary | ||||||||||||
Divisions: | FAKULTAS HUKUM > Ilmu Hukum | ||||||||||||
Depositing User: | Mr Alexander Jeremia | ||||||||||||
Date Deposited: | 21 Feb 2020 08:38 | ||||||||||||
Last Modified: | 21 Feb 2020 08:38 | ||||||||||||
URI: | http://repository.uki.ac.id/id/eprint/1230 |
Actions (login required)
View Item |