Kebijakan FIR (Flight Information Region) Dalam Teritorial Udara Indonesia

Amelia, Indah (2020) Kebijakan FIR (Flight Information Region) Dalam Teritorial Udara Indonesia. S1 thesis, Universitas Kristen Indonesia.

[img] Text (HalJudulAbstrakDaftarIsiDaftarTabel)
HalJudulAbstrakDaftarIsiDaftarTabel.pdf

Download (1MB)
[img] Text (BAB_I)
BABI.pdf

Download (549kB)
[img] Text (BAB_II)
BABII.pdf
Restricted to Registered users only

Download (482kB)
[img] Text (BAB_III)
BABIII.pdf
Restricted to Registered users only

Download (638kB)
[img] Text (BAB_IV)
BABIV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (308kB)
[img] Text (Daftar_Pustaka)
DaftarPustaka.pdf

Download (424kB)
[img] Text (Lampiran)
Lampiran.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Kewenangan pengelolaan Zona Identifikasi Penerbangan atau yang disebut dengan Flight Information Region oleh Singapura pada 21 September 1995 didasari oleh kesepakatan Singapura dan Indonesia yang disaksikan ICAO. Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 07/1996 tentang Pengesahan FIR tersebut. Mengacu pada kesepakatan tersebut, maka pengelolaan FIR dipercayakan kepada Singapura pada ruang udara Kepulauan Riau (berjarak radius 60 Nm dari Singapura) yang dalam forum Regional Air Navigation Meeting di Honolulu pada 1973, sektor ini menyambung dari kawasan Laut Tiongkok Selatan. Landasan hukum yang digunakan dalam Perjanjian FIR ini mengacu pada Konvensi Chicago pasal 22, 68, dan Annex 11 paragraf 2.1. Lalu pada tahun 1983, ICAO menyelenggarakan pertemuan yang saat itu Indonesia berusaha meminta kembali pengelolaan ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna dari Singapura, namun, usaha tersebut ditolak oleh ICAO. Terkait integritas teritorial, isu sengketa perbatasan darat ini menjadi pusat perhatian. Hal ini diakibatkan karena ruang udara merupakan bagian kedaulatan teritorial suatu negara (Pasal 55 UU RI No. 01 Tahun 2009 tentang Penerbangan). Pada tahun 2015, atas instruksi Presiden Joko Widodo, upaya pengambilalihan FIR Kepulauan Riau dan Perairan Natuna dari Singapura mulai digerakkan. Penulisan ini mencoba mengkaji faktor pendorong yang menyebabkan Presiden Joko Widodo ingin mengambil alih FIR. Penulisan ini menggunakan teori proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri oleh William D. Coplin. Penulisan ini menggunakan tipe eksplanatif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini berupaya untuk mengonstruksi argumen melalui studi literature. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa politik dalam negeri, kemampuan ekonomi dan militer, dan konteks internasional menjadi faktor pemicu Presiden Joko Widodo mengambil alih FIR. Kata Kunci : FIR; Singapura; Joko Widodo; Proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. / The authority to manage the Flight Identification Zone or what is referred to as Flight Information Region by Singapore on September 21, 1995 was based on the agreement between Singapore and Indonesia witnessed by ICAO. President Soeharto issued Presidential Decree No. 07/1996 concerning Ratification of the FIR. Referring to the agreement, the FIR management was entrusted to Singapore in the Riau Islands airspace (a radius of 60 Nm from Singapore) which in the Regional Air Navigation Meeting forum in Honolulu in 1973, this sector was connected from the South China Sea region. The legal basis used in this FIR Agreement refers to the Chicago Conventions articles 22, 68, and Annex 11 paragraph 2.1. Then in 1983, ICAO held a meeting at which time Indonesia was trying to ask for the re-management of Riau and Natuna Islands airspace from Singapore, however, the effort was rejected by ICAO. Regarding regional integrity, the issue of land border disputes has become the center of attention. This is caused by the fact that air space is part of the territorial sovereignty of a country (Article 55 of RI Law No. 01 of 2009 concerning Aviation). In 2015, at the instruction of President Joko Widodo, efforts to take over the FIR of Riau Islands and Natuna Waters from Singapore began to be mobilized. This research tries to examine the driving factors that caused President Joko Widodo to take over the FIR. This research uses the theory of foreign policy decision making process by William D. Coplin. This research uses explanative type with a qualitative approach. This method seeks to construct arguments through the study of literature. The results of this research are that domestic politics, economic and military capabilities, and international contexts are the trigger factors for President Joko Widodo to take over the FIR Keyword :FIR; Singapore; Joko Widodo; Foreign policy decision making process.

Item Type: Thesis (S1)
Subjects: POLITICAL SCIENCE
Divisions: FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK > Ilmu Hubungan Internasional
Depositing User: Mr Alexander Jeremia
Date Deposited: 19 Jan 2022 04:45
Last Modified: 19 Jan 2022 05:04
URI: http://repository.uki.ac.id/id/eprint/6223

Actions (login required)

View Item View Item