SEKOLAH DI MASA WABAH

Pembelajaran Tatap Muka harus dilakukan berdasarkan kesiapan sekolah dan masyarakat, serta kemampuan pemerintah daerah harus betul-betul dipersiapkan untuk menjamin keselamatan warga sekolah. Terkait keamanan jika sekolah dibuka kembali di masa covid-19 menjadi ‘perdebatan’ yang berkepanjangan

SEKOLAH DI MASA WABAH
Pembelajaran Tatap Muka di saat wabah

 

 

            Sekalipun Jakarta dan beberapa kota lainnya telah bersiap-siap untuk membuka sekolah, artinya segera melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) namun, hal yang satu ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pro-kontra terjadi di mana-mana dan yang paling repot adalah ketika si papa setuju tapi si mama tidak. Maklum nurani seorang ibu wajar bila mengkhawatirkan anak atau anak-anaknya.

            Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena Mas Menteri Nadiem pun di akhir setiap pidatonya selalu mengucapkan bahwa diijinkan atau tidaknya si anak ke sekolah adalah atas ijin orangtua masing-masing. Sekalipun semua syarat sudah dipenuhi, seperti menerapkan protokol kesehatan ketat, wajib pakai masker dengan benar, tersedianya tempat cuci tangan dan wajib sering cuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, ditambah lagi dengan menjauhi kerumunan dan mengurangi atau membatasi mobilisasi dan interaksi; masih juga bahaya penularan virus covid-19 ini marajalela.

            Selain hal-hal tersebut di atas juga upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan penyebaran virus covid-19 dengan tiga T, yaitu Testing (melakukan pengujian), Tracing (melakukan pelacakan), Treatment (tindakan pengobatan atau perawatan orang yang terpapar virus covid-19). Pemberian vaksin kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang diprioritaskan, dengan harapan supaya sekolah dapat segera dibuka kembali secara normal. Sesungguhnya tidak hanya Indonesia, dunia pun bersiap membuka sekolah seperti di Inggris dan Amerika Serikat.

            Sekolah memang adalah tempat berkumpul guru dan murid, antar sesama murid, dan pastinya berjumlah banyak. Sekalipun dibatasi dengan kapasitas sebesar 50% setiap kali dilangsungkan PTM di setiap kelasnya, dengan jam pelajaran maksimal 3 jam, akan tetapi interaksi demikian itu masih rawan dijalankan. Apalagi akhir-akhir ini gencar diwartakan adanya mutasi virus B.1351 di Afrika Selatan, P.1 di Brazil, N.439 K; sehingga sekolah secara tatap muka benar-benar harus dikawal pelaksanaannya, baik oleh guru maupun orangtua.

            Menyikapi orangtua yang masih enggan untuk mengijinkan anaknya belajar di sekolah, hendaknya pihak-pihak terkait bertindak bijaksana dan tidak memaksakan kehendaknya. Untuk mereka yang duduk di bangku SLTP dan SLTA mungkin lebih ‘mudah’ pengelolaannya ketimbang yang SD; mengapa demikian? Sebab anak usia SD relatif belum banyak mengerti tentang ‘bahaya’ nya virus yang ‘mematikan’ itu. Begitu akrabnya mereka satu sama lain bisa saja terjadi mereka tukar-menukar masker yang telah dipakainya. Begitu keterangan Gubernur Jawa Tengah di sebuah wawancara di TV beberapa waktu yang lalu.

            Sedangkan untuk sekolah kejuruan yang kurikulumnya menuntut praktikum sebanyak 60% akan lebih repot lagi jika wabah ini tidak segera berakhir. Jangankan dunia pendidikan dapat mengelola pembelajaran secara efektif, mampu melaksanakan pembelajaran secara daring dengan baik itu saja sudah syukur, karena banyak gangguannya, seperti sinyal, jaringan internet, kuota, dan lain-lain. Sekalipun guru sudah berusaha maksimal dengan membuat berbagai video tutorial yang menarik, masih banyak peserta didik tidak cepat dapat menyerap pelajaran karena mereka tidak bisa bertanya langsung kepada guru. Jangankan bisa bertanya kata mereka, untuk men download dan membuka program saja sudah hampir habis jam/waktunya.

            Di sisi lain, bagaimana dengan urusan transportasi dari dan ke sekolah pergi-pulang, karena tidak semua orangtua siswa punya mobil/motor dan bisa antar-jemput anaknya. Kalaupun disediakan bus sekolah seperti di DKI Jakarta, jumlahnya sangat terbatas. Sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, ada 50 bus sekolah dengan 100 awak bus yang melayani sejumlah rute dari sekolah ke halte terdekat ke rumah siswa yang mengikuti PTM. Itu bagi mereka yang tinggal di DKI Jakarta; Indonesia kan tidak hanya Jakarta, lalu bagaimana dengan kota-kota lain?

            Himbauan untuk membatasi akses dan mobilitas warga terpasang besar-besar di salah satu pemukiman warga di kawasan Menteng Jakarta Pusat, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro selama dua pekan lagi (yaitu dari tanggal 6 April 2021 sampai dengan 19 April 2021 yang akan datang). Singkat kata, sekalipun sudah ada sekolah yang menyelenggarakan PTM, hendaknya pemberlakuan ini tidak untuk coba-coba. Niat baik mencerdaskan anak bangsa tidak boleh dibarengi dengan cara-cara mengabaikan keselamatan pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik.

            Percobaan PTM harus dilakukan berdasarkan kesiapan sekolah dan masyarakat, serta kemampuan pemerintah daerah harus betul-betul dipersiapkan untuk menjamin keselamatan warga sekolah. Terkait keamanan jika sekolah dibuka kembali di masa covid-19 menjadi ‘perdebatan’ yang berkepanjangan. Ada yang mengatakan bahwa sekolah tidak memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi dari pada orang-orang usia kerja lainnya namun, ada pula yang mengatakan bahwa membuka kembali sekolah dapat meningkatkan angka reproduksi (R) Covid-19 dari 0,8 menjadi 1,1 – 1,5 (Kompas, tanggal 9 Maret 2021). Hal ini menunjukkan bahwa kasus covid-19 mulai tumbuh dan kemungkinan akan meningkat.

            Akhir kata penulis hendak menyampaikan bahwa: “Kemampuan untuk belajar itu sudah ada di dalam diri kita semua, tetapi itu baru dapat diwujudkan bila kita pergi ke sekolah dan atau perguruan tinggi, serta melaksanakan instruksi guru/dosen”. Guru/dosen yang mumpuni adalah guru/dosen yang bisa menjadi teladan, guru yang bisa memotivasi, dan guru yang bisa mendidik dengan baik dan benar. Semoga membuka sekolah di masa wabah tidak menjadikan musibah melainkan demi dunia pendidikan yang ‘redup’ selama pandemi covid-19 menjadi ‘cerah’ kembali.

 

Jakarta, 11 April 2021

Salam sehat dari penulis: E. Handayani Tyas – tyasyes@gmail.com