ATASI KRISIS EKONOMI DENGAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BAGI PEREMPUAN

Pelatihan kewirausahaan bagi perempuan dapat memberdayakan kreatifitas untuk mengatasi krisis ekonomi

ATASI KRISIS EKONOMI DENGAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BAGI PEREMPUAN
strategi marketing
ATASI KRISIS EKONOMI DENGAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BAGI PEREMPUAN Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa jumlah penduduk perempuan Indonesia cukup banyak dan bahkan hampir berimbang dengan penduduk laki-laki. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 mencapai 268 juta orang. Jumlah tersebut terdiri atas 135 juta orang laki-laki dan 133 juta orang perempuan (Data dari Dukcapil Kemendagri). Perempuan adalah sumber kekuatan bangsa, perjuangan perempuan untuk mendukung kemajuan bangsa sudah terbukti bahkan sebelum Indonesia merdeka. Begitu juga ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998, para perempuan tampil bak pahlawan ekonomi sebagai pelaku usaha mikro kecil menengah yang berhasil. Kini di masa pandemi covid-19, perempuan menjadi garda terdepan dalam upaya melawan wabah melalui pengabdian tenaga kesehatan, pelaku usaha, pekerja di bidang apa saja (seperti kuliner, dan lain-lain), serta ibu rumah tangga yang terus menjaga anggota keluarganya tetap sehat. Pembahasan kali ini, penulis khususkan pada salah satunya saja, yakni pelaku usaha atau sebagai wirausahawan. Untuk itu sangat perlu melatih perempuan untuk menekuni bidang kewirausahaan. Apalagi di masa-masa sulit seperti sekarang ini, banyak pekerjaan yang tadinya dikerjakan oleh perempuan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), misalnya pekerja perempuan pada pabrik garmen, industri makanan dan minuman yang banyak menyerap tenaga perempuan, dan sebagainya. Begitu pentingnya pelatihan kewirausahaan bagi perempuan, walaupun secara otodidak mereka mampu menggerakkan hati banyak orang untuk bersama-sama melakukan perubahan. Ia mampu menerobos berbagai kendala dan ‘badai’ kehidupan, karena tidak selalu lulus sekolah atau kuliah ia harus mencari kerja. Ia diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja. Ia sadar bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan berjalan seperti ‘deret hitung’, sementara jumlah lulusan melaju seperti ‘deret ukur’. Mana mungkin terkejar kalau hanya menunggu memperoleh pekerjaan atau menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) atau karyawan swasta. Hal itu hanya akan menambah deretan pengangguran terdidik. Cara pandang kuno yang mengatakan sepintar apapun perempuan, nantinya akan tinggal di rumah mengasuh anak-anak dan menjadi ibu rumah tangga kiranya sudah tidak cocok lagi. Di era revolusi industri 4.0 ini, perempuan tidak boleh kalah dengan laki-laki. Pekerjaan wirausaha bisa dijalankan di mana saja termasuk di rumah. Berbagai keterampilan seperti home industry, catering, menjahit, merias, bahkan berdagang via internet dapat dilakukan perempuan. Perempuan memang harus diberdayakan, bukan diperdayakan. Di zaman modern seperti sekarang ini, perempuan sudah banyak yang lebih maju dari pada laki-laki. Posisi dan jabatan-jabatan penting diduduki dan dijabat oleh perempuan, antara lain Menteri, Rektor, Gubernur, Bupati/Walikota, bahkan pernah juga Presiden. Perempuan merupakan makhluk kuat dan kreatif, ia mampu mengerjakan beberapa hal dalam waktu bersamaan. Contoh yang paling sederhana tampak dalam kesehariannya, ia bisa memasak, mencuci, menyapu, dan lain-lain dalam waktu yang sama/sekaligus. Tangannya menyeterika, tapi kupingnya mendengarkan pelajaran (dari HP, artinya bisa dilakukan sambil tetap belajar). Melalui berbagai pelatihan kewirausahaan inilah nantinya diharapkan dapat mengentaskan keterpurukan ekonomi dan mampu melewati masa sulit akibat pandemi covid-19 dan menjadikan masyarakat mampu mandiri dalam menjalani kehidupannya. Adapun pelatihan kewirausahaan dimaksud, misalnya: membuat masker dengan bermacam-macam model, membuat minuman herbal dari bahan empon-empon, kue kering dan kue basah, bandeng presto/bandeng otak-otak, ayam kodok, bawang goreng, aneka sambal, dan lain-lain. Dengan pelatihan dimaksudkan agar produksi memenuhi standart (bersih dan sehat), kemasan menarik, kualitas terjaga. Sekaligus dilatih pula cara memasarkannya (membangun net working). Sebagai pemerhati pendidikan, penulis menghimbau kepada pihak-pihak yang menaruh kepeduliannya terhadap dunia pendidikan dan atau pelatihan hendaknya mampu membuka pikiran, mengajarkan/melatih, memotivasi, membimbing, mengarahkan, dan memberikan solusi kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk dapat hidup lebih layak, bisa mandiri, dan bahkan bisa juga memandirikan sesamanya. Mengutip pendapat sosiolog David McClelland: “Suatu negara akan sejahtera apabila paling sedikit 2% penduduknya adalah wirausahawan”. Oleh karena itu, mari kita dorong dan semangati mereka yang berkemauan keras untuk menjadi wirausaha, dan kepada pihak-pihak yang terkait birokrasi perijinan kiranya juga dapat memberikan pelayanan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Sesuai cita-cita luhur bangsa Indonesia adalah menyejahterakan seluruh rakyat menuju masyarakat madani Indonesia. Seorang wirausahawan yang berhasil sesungguhnya adalah orang yang mengerjakan hal-hal biasa namun dengan cara yang berbeda, dan tidak ada cara terbaik, namun selalu ada cara yang lebih baik. Entrepreneur adalah orang yang bisa melihat dan menangkap peluang bisnis, dan entrepreneurship itu bisa dipelajari melalui sistem manajemen stratejik yang berkesinambungan. “Tetaplah berjuang, masa sulit seringkali membawa manusia pada momen terhebat dalam hidupnya; teruslah melangkah, hidup yang keras kerap membentuk manusia menjadi kuat pada akhirnya”. Jakarta, 28 Desember 2020 Salam penulis: E. Handayani Tyas. HP. 081219862030. email: tyasyes@gmail.com