KOMUNIKASI ADALAH

komunikasi adalah "urat nadi"

KOMUNIKASI ADALAH
komunikasi verbal,vokal,visual

KOMUNIKASI ADALAH ‘’URAT NADI”

Begitu dahsyatnya kata yang satu ini, komunikasi itu benar-benar powerfull, komunikasi bisa ‘menghidupkan’ dan ‘mematikan’. Komunikasi tidak sama dengan bicara, sebab di dalam komunikasi itu ada komunikator dan komunikan, ada yang menyampaikan pesan dan ada pula yang menerima pesan [1; 2]. Di antara keduanya terkadang bisa saja terjadi gangguan, bahasa yang kurang jelas, vokal yang tidak jelas ditangkap, nada, gaya, suasana, dan masih banyak lagi faktor yang memengaruhinya. Belum lagi yang sering terjadi adalah banyak orang mendengar tapi tidak mendengarkan. Betapa tidak mudahnya orang untuk memahami, karena maunya dipahami. Begitu kompleksnya permasalahan komunikasi antarmanusia, sehingga  sering terjadi salah paham, karena apa yang tersirat bisa beda dengan yang terucap, baik disengaja maupun yang tidak disengaja, terjadi terpeleset lidah (slip of the tongue) [3; 4].

Komunikasi dipahami sebagai salah satu alat dalam menjalankan proses kegiatan pencapaian tujuan, apabila komunikasi berjalan dengan baik dan efektif maka tujuan komunikasi pun tercapai. Komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan kolaborasi yang akhir-akhir ini memang sangat diperlukan. Komunikasi yang bersifat menghimbau atau mengajak, dalam hal ini komunikan digugah pikiran dan perasaannya. Komunikator terlebih dahulu menciptakan situasi yang mudah terkena sugesti suggestible. Adapun yang perlu diingat adalah bahwa manusia itu memang unik, masing-masing dengan corak kepribadian dan karakter yang berbeda-beda, tidak ada yang persis sama sekalipun ia anak kembar.

Public Speaking & Presentation Skills GIFT Material

Secara etimologis istilah komunikasi berpangkal pada perkataan lain communis yang artinya membuat kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin communico yang artinya membagi. Dalam berkomunikasi, ingat 3V, yakni: Verbal – Vokal – Visual, yang masing-masingnya mempunyai bobot yang berbeda (Verbal = 7%; Vokal = 38%; Visual = 55%) [6; 7].

 

Experts Say… Is Communication Really Only 7% Verbal? Truth vs. Marketing |  by Neurodata Lab | Medium

                                                                                                                                           

 

 

 

 

 

Gambar diambil dari internet

 

Persentasi ini wajar sebab dengan kinestetik saja orang bisa menangkap maksud yang ingin disampaikannya. Contoh: Sikap orang yang menunjukkan ketidaksetujuannya, sikap marah, sikap acuh, dan sebagainya, tanpa harus mengucapkan kata-kata yang keluar dari mulutnya kepada mitra bicaranya, sudah dapat ditangkap maksudnya, apalagi kalau ia peka. Kemampuan berkomunikasi seseorang penting untuk hubungan interpersonal, itulah sebabnya ilmu komunikasi dipelajari orang sampai S1, S2, S3. Terjadinya miscommunication atau bahkan discommunication bisa fatal akibatnya. Ternyata  komunikasi diperlukan setiap manusia, bahkan sebelum manusia terlahir ke dunia. Itulah sebabnya ada calon ibu/ayah yang mengajak berkomunikasi kepada bakal anak yang masih di dalam kandungan. Tegur sapa itu sudah dimulai sejak janin sampai manusia meninggal dunia [8; 9].

Betapa pentingnya urusan komunikasi, maksud baik dikomunikasikan dengan tidak tepat bisa fatal akibatnya, hal ini bisa terjadi karena nada, mimik raut muka, gaya dari komunikator dan cara memaknai dari komunikan [10; 11]. Kalau keduanya bersinergi, kiranya tidak akan terjadi selisih paham. Urusan komunikasi ini menjadi rentan karena banyak faktor yang memengaruhinya.  Apalagi jika komunikasi dilakukan secara daring, faktor cuaca, jarak, sinyal, jaringan internet, dan lain-lain bisa menjadikan komunikasi tidak efektif, karena sulit didengar apalagi dimengerti maknanya. Komunikasi antarpribadi, keluarga, teman, komunitas, kelompok, suku dengan berbagai logat bahasa yang berlain-lainan hendaknya mendapat tempat yang penting dalam pergaulan antarmanusia [12; 13]. Oleh karena itu, untuk menjaga keharmonisan dalam komunikasi hendaknya orang banyak mendengar daripada bicara. Itulah sebabnya Sang Pencipta menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Namun, kebanyakan orang lebih cepat menjawab ketika ia menerima informasi, bahkan yang sering terjadi adalah tanpa menyimaknya terlebih dahulu.

Hal demikian sangat dipengaruhi oleh tipe pola komunikasi masing-masing, misalnya komunikasi dalam suatu keluarga. Ada empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti, yaitu sebagai berikut:

  1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern);

Tiap individu berbagi hak yang sama dalam kesempatan berkomunikasi. Peran tiap orang dijalankan secara merata. Komunikasi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pembagian kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada kesetaraan.

 

  1. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern);

Kesetaraan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memiliki daerah kekuasaan yang berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat sebagai ahli dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga normal/tradisional, suami dipercaya dalam urusan bisnis atau politik. Sedang isteri dipercaya untuk urusan perawatan anak dan memasak. Namun pembagian peran berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat fleksibel. Konflik yang terjadi dalam keluarga tidak dipandang sebagai ancaman karena tiap individu memiliki area masing-masing dan keahlian tersendiri.

 

 

  1. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern);

Satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang memegang control, seseorang ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih tinggi, lebih bijaksana, atau berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang lain berkompensasi dengan cara tunduk kepada seseorang tersebut, membiarkan orang yang mendominasi itu untuk memenangkan argumen dan pengambilan keputusan sendiri.

 

  1. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern);

Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih bersifat memberi perintah dari pada berkomunikasi. Ia memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan sehingga jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta pendapat dari orang lain. Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta ijin, meminta pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang tersebut (De Vito, 2013).

Memiliki keterampilan berkomunikasi membuat seseorang banyak teman, nyaman dalam bergaul, tidak terkucilkan, jejaringnya luas. Bahkan untuk beberapa profesi menuntut seseorang mahir berkomunikasi, seperti: sales, marketer, pengacara, dokter, guru, pendeta, ustad, pembicara publik, dan sebagainya. Kompetensi verbalnya sangat penting (verbal smart), di samping pengetahuan (knowledge) tentunya [14; 15]. Komunikasi sangat kental dengan seni dan setiap orang memiliki gaya yang berbeda-beda. Bisa disampaikan secara humoris tapi tetap tajam dan mengena, mungkin gaya inilah yang banyak disukai orang pada umumnya, daripada serius dari awal sampai akhir. Orangtua pun harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik dan benar terhadap putera/puterinya dan seluruh keluarganya [16]. Justru berasal dari sebuah keluarga sebagai unit terkecil itulah masyarakat  dan bangsa itu terbentuk. Karenanya Allah Sang Pencipta dunia dan semua isi yang ada di dalamnya telah mengatur komunikasi kepada manusia baik secara vertikal maupun horizontal [17]. Secara vertikal tentu komunikasi kepada Sang Khalik dan secara horizontalnya adalah kepada sesama manusia.

Peran masing-masing subyek sebagaimana disebutkan di atas dimaksudkan untuk menunjang komunikasi keluarga yang efektif (komunikasi antara orangtua dan anak atau anak-anaknya). Terlebih pada masa social and physical distancing seperti sekarang ini, dalam menjalankan peran, orangtua mendapat tambahan peran yaitu menemani, mendampingi, dan membimbing anak belajar selama masa SFH (School From Home) atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Peran tambahan ini merupakan aktivitas baru, karena biasanya peran ini dijalankan oleh guru di sekolah. Hal komunikasi, apalagi di bidang pendidikan, sudah selayaknyalah keluarga memegang peranan penting karena dengan komunikasi yang efektif semua yang dipandang sebagai suatu masalah kiranya dapat diselesaikan dengan baik, damai, dan dengan hati yang tulus.

Ki Hajar Dewantoro memiliki konsep ‘Tri Sentra Pendidikan’, yaitu sentra keluarga, sentra perguruan, dan sentra masyarakat. Khususnya dalam konteks keluarga, pendidikan keluarga telah melahirkan konsep ‘among’, yang dapat dimaknai bahwa konsep tersebut menuntut para orangtua untuk bersikap, yaitu (a) ing ngarso sung tulodo, (b) ing madyo mangun karso, (c) tut wuri handayani; artinya apabila orangtua itu berada di depan, hendaknya bisa menjadi teladan, apabila berada di tengah, orangtua dapat menggerakkan/memotivasi anaknya untuk selalu bersemangat, dan kemudian orangtua hendaknya senantiasa memberikan dorongan untuk anak berbudi pekerti luhur, yang kesemuanya itu dikomunikasikan dengan baik dan benar.

Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, betapa indahnya komunikasi manusia dengan penciptanya, namun dosa telah mengakibatkan putusnya komunikasi manusia dengan Allah nya dan akibat yang lebih buruk lagi adalah terjadinya perkelahian antarmanusia karena tidak adanya komunikasi yang baik dan benar di antara mereka. Padahal manusia adalah makhluk terbaik ciptaan Tuhan, dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Binatang dan tumbuhan pun bisa diajak ‘komunikasi’ oleh manusia. Lihat saja pelatih-pelatih singa, lumba-lumba, pesut, anjing, monyet, dan lain-lain. Menyiram tanaman pun ada baiknya diiringi ucapan dan rasa sayang yang diucapkan ketika manusia melakukannya. Ajaibnya komunikasi dan sedihnya orang tanpa komunikasi. Oleh karena itu, penulis berani menyampaikan bahwa komunikasi adalah ‘urat nadi’, jika putus fatal akibatnya (mati). Melalui komunikasi terpancar rasa cinta, kasih, benci, marah, dan semua itu diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Begitu besar dan dalamnya makna komunikasi, maka berkomunikasilah dengan baik dan benar serta santun kepada siapapun, jaga pikiran, jaga hati, dan jaga mulut [18].

Hendaknya kita selalu mengingat bahwa, dari mulut yang sama bisa keluar berkat dan sekaligus bisa keluar kutuk namun, terlebih baik memberkati daripada mengutuki. Mari, selama kita masih dianugerahi hak hidup di dunia oleh Sang Pencipta, kita perbaiki terus mutu komunikasi kita dan untuk itu siaplah belajar terus-menerus termasuk belajar berkomunikasi sepanjang hayat, pasti berkat!

DAFTAR PUSTAKA

  1. Romli, K. (2017). Komunikasi massa. Gramedia Widiasarana.
  2. Nida, F. L. K. (2014). Persuasi dalam media komunikasi massa. Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam2(2), 77-95.
  3. Caropeboka, R. M. (2017). Konsep dan aplikasi ilmu komunikasi. Penerbit Andi.
  4. Gil, J. M. (2019). A relational account of communication on the basis of slips of the tongue. Intercultural Pragmatics16(2), 153-183.
  5. Forrester, G. S., & Rodriguez, A. (2015). Slip of the tongue: Implications for evolution and language development. Cognition141, 103-111.
  6. Islami, I. Komunikasi Interpersonal di Tempat Kerja. Diakses dari http://www. bppk. depkeu. go. id/webpegawai/attachments/671_Komunikasi2. Nofrion, N. (2018). NOFRION: Teknik Dasar Public Speaking (voice, Verbal Dan Visual).
  7. Nofrion, N. (2018). NOFRION: Teknik Dasar Public Speaking (voice, Verbal Dan Visual).
  8. Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir. Kencana.
  9. Naibaho, L. (2016). Phonological Acquisition of A Child Suffering from Language Delay. International Journal of Language Education and Culture Review2(1), 33-42.
  10. Najib, M. A. (2019). Komunikasi Verbal dan Nonverbal Dalam Menarik Minat Beli Konsumen (Studi Kasus CV. Putra Perkasa Kudus) (Doctoral dissertation, IAIN KUDUS).
  11. Sari, D. N. (2016). Teknik Komunikasi Najwa Shihab Dalam Acara Mata Najwa Di Metro TV (Deskriptif Kualitatif pada Bahasa Verbal dan Nonverbal yang Digunakan Najwa Shihab).
  12. Zhaki, M. A. Komunikasi Antarbudaya Studi Pola Komunikasi Antar Umat Beragama dalam Menjalin Kerukunan di RW 19 Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan (Bachelor's thesis, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
  13. Yanti, F. (2011). Peran komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok teman sebaya dalam pemulihan pecandu parkoba di Sibolangit Centre (Doctoral dissertation, Pascasarjana UIN-SU).
  14. Zubaidah, S. (2016, December). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan dengan Tema “isu-isu strategis pembelajaran MIPA Abad (Vol. 21, No. 10).
  15. Oktavianingsih, E. (2017). Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Verbal Anak Usia Dini melalui Pembelajaran Berbasis Proyek. In KMP Education Research Conference, Yogyakarta.
  16. Effendi, M. (2012). Komunikasi Orang Tua dengan Anak.
  17. Solihat, M. (2005). Komunikasi Orang Tua dan Pembentukan Kepribadian Anak. Mediator: Jurnal Komunikasi6(2), 307-312.
  18. Wahyuning, W. (2003). Mengkomunikasikan Moral. Elex Media Komputindo.
  19. De Vito. J . (2013). The Interporsonal Communication Book 4th Edition USA: Pearson

 

Jakarta, 14 Desember 2020

Nama: E. Handayani Tyas

Alamat: FKIP UKI, Jalan Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta Timur

HP. 081219862030 ; tyasyes@gmail.com   

  +