Dr. Aartje Tehupeiory, Pakar Hukum Agraria: Indonesia Butuh Omnibuslaw hindari sengkarut Agraria menuju Pertumbuhan Ekonomi

Hila Bame

Monday, 12-10-2020 | 20:35 pm

MDN
Dr. Aartje Tehupeiory, S.H.,M.H., CIQAR.,CIGNR., Pakar Hukum Agraria sekaligus Dosen Pascasarjana Universiatas Kristen Indonesia (UKI)

 

Jakarta, Inako

Regulasi tidak jarang menjadi hambatan bagi pertumbuhan investasi di negeri ini. Hal itu terjadi karena ada beberapa perundang-undangan yang keberadaannya tumpang tindih sehingga menimbulkan konflik kebijakan antara satu kementerian/departemen dengan kementerian/departemen lainnya.

Konflik kebijakan tersebut dapat diselesaikan dengan cara melakukan harmonisasi sejumlah kebijakan yang dikeluarkan kementerian/lembaga.

 

Harmonisasi itu dapat dilakukan melalui banyak cara, dan salah satunya melalui konsep Omnibus Law, yang saat ini telah digarap pemerintah bersama DPR,  ujar Dr. Aartje Tehupeiory, Pakar Hukum Agraria kepada Inakoran.com  Senin (12/10/2020)

 

BACA JUGA: Bongkar Mafia Tanah, Pakar Hukum Agraria Mendorong Pemerintah Lebih Serius Benahi Persoalan Tanah di Indonesia


Gemuruh mesin pabrik  Mr.  Yang Ghok Pill asal Korea Selatan menggetarkan atap pabriknya hingga asap melambai-lambai menuju angkasa raya ketika sinar matahari menyiram kawasan pabriknya di Pulau Jawa suatu dekade berlalu. 

Pabrik ini beroperasi tiga tahap dalam sehari untuk memenuhi kuota ekspor alas kaki ternama di muka bumi dengan selangit persoalan agraria menghimpitnya. 

Suatu ketika rambut lurusnya berubah keriting, lantaran beberapa pihak menagih sewa tanah yang digunakan pabriknya sambil menunjukkan sertifikat asli sesuai alamat pabriknya.

Ia berang sambil menujukkan bukti pembayaran sewa  kepada seseorang dengan sertifikat yang sama. Kelanjutan perkara masuk meja pengadilan. Meski akhirnya Mr. Yang menang, tetapi gangguan seperti itu bukan hanya dialami Mr Yang seorang diri. 

Cerita dibalik itu pun, meroket ke negeri asalnya, ini dulu. Zaman informasi dibatasi dan memang terbatas, internet of things masih dalam kandung badan para penemu ilmu raba-raba dunia maya.

Seandainya kasus Mr. Yang terulang pada kekinian, dunia dan segala isinya yang sedang berkubang dalam lautan internet tamatlah negeri ini. Sengkarut persoalan kepemilikan tanah yang menjadi palet pabrik menjadi kampanye negatif dan niscaya memukul mundur perekonomian negara dan Indonesia paling terpukul ditengah banjir 2, 9 juta pencari kerja (9/10) Kepala BKPM Bahlil: sebut 153 perusahaan akan masuk RI setelah Omnibus Law disahkan dan akan sedot tenaker 2.9 juta orang, menanggapi disahkannya Omnibuslaw oleh DPR RI.

 

Persoalan Mr Yang,  tidak menenggelamkan perkara yang dialami anak negeri. Masyarakat Indonesia paling sengsara mengalami penyerobotan tanah oleh sebagian pihak atau oleh Dr. Aartje  mengatakan; 

"Telah terjadi perselingkuhan masif antara mafia dan pembuat kebijakan seputar tanah di Indonesia untuk memperkaya diri dan kelompoknya" ujar Aartje. 

Praktik  ini lanjut Aartje, telah berulangkali terjadi, menjadikan pemilik asli tanah tambah miskin, sementara oligarki mafia berpesta pora. Dari penelitian kami menunjukkan operasi usaha di daerah-daerah para pemlik tanah asli, tidak berdaya melawan mafia, untuk itulah omnibuslauw digarap Pemerinah dan DPR RI, tegas Aartje,  alumnus S3 Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu. 

  

Mengapa Indonesia dan Pada Apa Omnibuslauw berperan sebagai Sapu Jagat atas Sengkarut Agraria?

Pada paparan Presiden Joko Widodo dalam sebuah video yang dirilis setpres guna menjawab pemrotes UU Cipataker atau Omnibulauw, beberapa hari lalu mengatakan bahwa;

Sedikitnya terdapat 11 klaster persoalan UU yang perlu digodok ulang guna menjawab tantangan ledakan demografi 2045 dan khususnya 2,9 juta pencari kerja saat ini dari 265 juta penduduk Indonesia.

Dari 11 klaster itu,  penyediaan Bank Tanah masuk dalam pembahasan karena penting selain meningkatkan daya saing, juga untuk kepastian hukum dan keamanan berusaha yang berkesinambungan bagi investor.  

Badan Pusat Statistik atau BPS memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 mencapai Rp 319 juta jiwa.14 Feb 2020. Sementara Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan saat ini jumlah pengangguran di Indonesia sudah naik sekitar 3,7 juta orang akibat pandemi COVID-19. BPS mencatat total penganggur per Februari 2020 adalah 6,88 juta orang.

Apa yang harus dilakukan dengan kondisi demikian?

Di awal video, Presiden mengatakan UU Ciptaker bertujuan memudahkan masyarakat khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru. Regulasi yang rumit dan atura tumpang tindih dipangkas, tegas Presiden. 

Izin usaha untuk UMKM tidak diperlukan lagi hanya pendaftaran saja hingga penyediaan Bank Tanah untuk menjamin kepentingan umum, sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi dan konsolidasi lahan serta reforma agraria.

Ini sangat penting, lanjut Presiden. untuk menjamin akses masyarakat untuk kepemilikan tanah, kepemilikan lahan dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah. 

Sementara Dr. Aartje sejak tahun 2018 silam telah menyinggung pentingnya penyediaan Bank Tanah untuk memetakan kebutuhan negara maupun swasta terutama yang bersinggungan dengan proses produksi berskala maupun,  UMKM demi menopang ekonomi sebuah negara. 

Simak video Aartje Terkait manfaar bank tanah untuk pembangunan

 

 

"Salah satu persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah sengketa di bidang agraria/pertanahan." ujar Dr. Aartje Tehupeiory, S.H., M.H., Pakar Hukum Agraria,  sekaligus Ketua LPPM UKI.

Sengketa muncul, terang Aartje,  karena adanya politik hukum dalam bidang pertanahan yang dikeluarkan pemerintah yang sedang berkuasa yang tidak sesuai atau bahkan bertentagan dengan UUPA. Dengan kata lain, lanjutnya, terjadi disharmoni atau inkonsistensi antara Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)  dengan sejumlah peraturan perundang-undangan sektoral terutama perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Otonomi, hasil reformasi kekuasaan.

Aartje menyebut salah satu contoh inkonsistensi, yakni UU Nomor 4 Tahun 2009. Undang-undang ini, katanya, mengatur tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Undang-udang ini tidak menjadikan UUPA sebagai sumber hukum.

Orientasi UU Minerba, katanya, lebih pada produksi, bukan pada konservasi. UU ini, juga tidak tegas mengatur ganti rugi bagi pemegang hak atas tanah yang diambil untuk kepentingan kegiatan pertambangan.

 

TAG#UKI, #OMNIBUSLAUW, #artje, #Aartje

58288472

KOMENTAR