Sudirta, I Wayan (2023) Rekonstruksi Pemahaman atas Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. S3 thesis, Universitas Kristen Indonesia.
Text (Hal_Judul_Daftar_Isi_Abstrak)
HAL_JUDUL_DAFTAR_ISI_ABSTRAK.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (3MB) |
|
Text (BAB_I)
BAB I.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB) |
|
Text (BAB_II)
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (2MB) |
|
Text (BAB_III)
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (2MB) |
|
Text (BAB_IV)
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (2MB) |
|
Text (BAB_V)
BAB V.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (285kB) |
|
Text (Daftar_Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (694kB) |
Abstract
ABSTRAK Judul Disertasi : REKONSTRUKSI PEMAHAMAN ATAS NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Kata Kunci : Filsafat Pancasila, Fungsi dan Kedudukan Pancasila, Implementasi nilai-nilai Pancasila. Akutnya krisis multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia mengisyaratkan agar memaknai kembali nilai-nilai Pancasila sebagai philosofische grondslag dan weltanschauung, melalui upaya penguatan kembali karakter bangsa melalui penyadaran, pemberdayaan, serta pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini mengeksplorasi nilai-nilai Pancasila dalam tiga pendekatan yakni keyakinan, pengetahuan dan tindakan. Dimensi Keyakinan bertolak dari sisi ontologis Pancasila dengan menggali hakikat nilai-nilai Pancasila dalam eksistensi manusia sesuai alam pikir Pancasila sebagai filsafat sebagai makna terdalam dari ide yang mendasari Pancasila. Struktur terdalam itu adalah titik temu dalam menghadirkan keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam masyarakat yang majemuk yang dituangkan dalam prinsip sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan sosio-religius, yang terkristalisasi dalam semangat gotong royong. Dimensi Pengetahuan bertolak dari epistemologis Pancasila, yakni konsekuensi paradigmatik-teoritis yang dapat menurunkan konsepsi-konsepsi pengetahuan (epistemologi), dimana filosofi Pancasila berkaitan dengan cara berpikir menurut Pancasila, sedangkan Dimensi Tindakan meninjau dari aksiologis Pancasila, yakni Pancasila sebagai kerangka pengetahuan (konseptual) yang menuntut perwujudan kerangka operatif sebagai pedoman perilaku penyelenggara negara dan warga negara. Konteks tersebut mendorong, peneliti untuk melakukan pengkajian atas permasalahan: 1) Apakah makna dan kedudukan nilai-nilai Pancasila mempunyai penafsiran yang berbeda sejak perumusan sampai diintegrasikan dalam Pembukaan UUD 1945? 2) Mengapa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini belum sesuai dengan makna dan hakikat Pancasila sebagai philosofische grondslag dan weltanschauung? dan 3) Bagaimana merekonstruksi kembali nilai-nilai Pancasila sebagai philosofische grondslag dan weltanschauung? Untuk menjawab permasalahan, digunakan metode penelitian bertolak dari konstruksi dan dekonstruksi hukum sebagai bagian dari hermeneutika hukum. Metode konstruksi berangkat dari kesamaan tujuan, yaitu menjelaskan, menafsirkan, dan/atau melengkapi konsepsi Pancasila sesuai rumusan para pendiri bangsa. Metode ini berguna untuk menyusun “serpihan” pemikiran dan penjelasan sejak Soekarno menyampaikan ide tentang Pancasila hingga perumusan akhir Pancasila, agar dapat dirumuskan makna utuh Pancasila atau setidaknya menuju keutuhan nilai-nilai Pancasila, sesuai pandangan Soekarno dan para pendiri bangsa. Sedangkan metode dekonstruksi dipakai untuk menyusun atau menemukan makna baru nilai-nilai Pancasila sebagai hasil perkembangan dan dinamika masyarakat Indonesia yang dicatat sebagai bagian dari pemaknaan Pancasila sebagai ideologi terbuka dan lima sila Pancasila sebagai titik temu dari kristalisasi peradaban masyarakat Indonesia. Perpaduan kedua pendekatan bermaksud merumuskan kerangka pemikiran rekonstruksi nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara. Temuan studi menunjukkan bahwa makna Pancasila tersimpul dalam pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang merupakan titik temu seluruh hakikat kehidupan masyarakat Indonesia. Perumusan nilai-nilai dalam Pancasila berkembang seiring dengan perumusan Pancasila itu oleh para pendiri bangsa, namun tetap mengakar pada konsepsi Soekarno bahwa Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan sebagai Weltanschauung. Pancasila sejatinya memberikan landasan visi transformasi sosial bagi ketatanegaraan Indonesia secara holisitik dan antisipatif. Di dalam nilai-nilai Pancasila terdapat nilai-nilai yang mengandung nilai kultural (sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga), nilai politik dan gotong royong (sila keempat), dan nilai materiil serta keadilan (sila kelima). Seluruh nilai tersebut saat ini belum benar-benar menjadi landasan ideologi kerja dan penyusunan platform kebijakan di semua lini dan ketatanegaraan Indonesia. Pancasila belum menjadi panduan dan haluan yang memudahkan perumusan prioritas pembangunan, pencanangan program kerja, serta pilihan kebijakan yang diperlukan. Berdasarkan temuan penelitian ini, menjadi penting untuk direkomendasikan bahwa penafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila pada dasarnya membuka kebebasan untuk melakukan penafsiran sesuai dengan perkembangan peradaban bangsa Indonesia. Dengan konsep tersebut, bukan saja revitalisasi dan reaktualisasi pemahaman nilai-nilai Pancasila yang harus dihadirkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tetapi juga menjadikan Pancasila sebagai rujukan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, peran BPIP sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membangun kesadaran bangsa Indonesia untuk kembali memedomani Pancasila dengan mengkonstruksikannya dalam tiga dimensi yakni ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Pada masa kini, nilai-nilai Pancasila memerlukan pengembangan yang ampuh, dengan mendekatkan kesenjangan antara ide-ide konseptual Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan perkembangan masa kini. Diperlukan pemahaman secara mendasar akan konsep-konsep pokok Pancasila dan kemampuan menjadikan Pancasila sebagai sandaran kritik atas ideologi-ideologi lain serta atas praktik penyelenggaraan negara, diakhiri dengan pedoman implementatif dalam usaha pemaknaan Pancasila. Untuk itu, diperlukan haluan negara yang mampu menderivasi konsep Pancasila menjadi lebih aktual dan implementatif dimana MPR menjadi garda terdepan dan wajib diikuti oleh semua lembaga negara agar menjadi panduan dan program masing-masing lembaga. / ABSTRACT Title Disertation : RECONSTRUCTION OF UNDERSTANDING PANCASILA VALUES WITHIN NATIONAL AND STATE EXISTENCE Keywords : Pancasila Philosophy, Function and Position of Pancasila, Implementation of Pancasila values. The acute multidimensional crisis facing the Indonesian nation indicates the need to re-interpret the values of Pancasila as grondslag and weltanschauung philosofische. To restore it, it is necessary to strengthen the national character through awareness, empowerment, and cultivating Pancasila values in the Indonesian constitutional system. This study explores the values of Pancasila in three approaches, namely the Dimension of Faith: Pancasila Ontology, namely exploring the essence of Pancasila values in human existence. The nature of thought of Pancasila as a philosophy is the deepest meaning of the ideas underlying Pancasila. The deepest structure is the meeting point in presenting justice, prosperity and happiness in a pluralistic society. This desire is embodied in three principles: socio-nationalism, socio-democracy, and socio-religious, which are crystallized in the spirit of mutual cooperation. Dimension of Knowledge: Epistemology of Pancasila, namely the paradigmatic-theoretical consequences that can degrade conceptions of knowledge (epistemology). In other words, the philosophy of Pancasila is related to the way of thinking according to Pancasila, and the Action Dimension: Pancasila's axiology, namely Pancasila as a knowledge framework (conceptual) demands the embodiment of an operative framework as a guideline for the behavior of state administrators and citizens. This context encourages researchers to study the following issues: 1) Does the meaning and position of Pancasila values have different interpretations since their formulation until they are integrated in the Preamble of the 1945 Constitution?; 2) Why is the application of Pancasila values in the current Indonesian constitutional system not in accordance with the meaning and essence of Pancasila as a grondslag and weltanschauung philosofische?; and 3) How to reconstruct Pancasila values as grondslag and weltanschauung philosofische? Legal construction and deconstruction methods are used in this study. The construction method basically departs from the common goal of explaining, interpreting, and/or completing the Pancasila conception as formulated by the founding fathers of the nation. Both of these methods are part of legal hermeneutics. The construction method in this study is used to compile "pieces" of thought and explanation from Soekarno conveying the idea of Pancasila to the final formulation of Pancasila. This construction contains such a meaning, in order to formulate the complete meaning of the values of Pancasila or at least close to the whole, according to the concept wanted by Soekarno and the founding fathers of the nation. The deconstruction method in this study is used to compile or find new meanings for Pancasila values as a result of the development and dynamics of Indonesian society. These developments are recorded as part of the meaning of Pancasila as an open ideology and the five precepts of Pancasila are the meeting point of the crystallization of the civilizations that grow and develop in Indonesian society. These two approaches are then juxtaposed or combined as part of the formulation of the framework for the reconstruction of Pancasila values in the nation and state. The findings of the study show that the meaning of Pancasila is embodied in the embodiment of Pancasila values which are the meeting point of all the essence of Indonesian people's lives. The formulation of values in Pancasila developed along with the formulation of Pancasila by the founders of the nation, but remained at the root of Soekarno's conception that Pancasila as Philosofische Grondslag and as Weltanschauung. Pancasila actually provides a foundation for the vision of social transformation for the Indonesian constitution in a holistic and anticipatory manner. Within the values of Pancasila there are values that contain cultural values (first precept, second precept, and third precept), political values and mutual cooperation (fourth precept), and material values and justice (fifth precept). All of these values have not really become the ideological basis of work and the formulation of a policy platform at all levels and in the Indonesian state administration. Pancasila has not yet become a guide and direction that facilitates the formulation of development priorities, the declaration of work programs and the necessary policy choices. Based on the findings of this study, it is important to recommend that the interpretation of Pancasila values basically opens up freedom for interpretation in accordance with the development of the Indonesian nation's civilization. With this concept, it is not only a revitalization and re-actualization of the understanding of Pancasila values that must be present in the Indonesian constitutional system, but also making Pancasila a reference in every life of the nation and state. For this reason, the role of the BPIP as an institution that is responsible for building the awareness of the Indonesian people to return to the guidance of Pancasila must construct it in three dimensions, namely ontological, epistemological and axiological. In the current situation, Pancasila values require potent development, by closing the gap between Soekarno's conceptual ideas on June 1, 1945 and current developments. A basic understanding of the basic concepts of Pancasila is needed, followed by the ability to make Pancasila a basis for criticism of other ideologies and the practice of administering the state, ending with implementative guidelines in trying to interpret Pancasila. For this reason, a state direction is needed that is able to derive the concept of Pancasila to become more actual and implementable. The MPR is at the forefront in this context, then all state institutions are obliged to actualize this direction to become guidelines and programs for each institution.
Item Type: | Thesis (S3) | ||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
||||||||||||||||
Subjects: | LAW | ||||||||||||||||
Divisions: | PROGRAM PASCASARJANA > Doktor Hukum | ||||||||||||||||
Depositing User: | Users 4648 not found. | ||||||||||||||||
Date Deposited: | 25 Apr 2024 05:51 | ||||||||||||||||
Last Modified: | 25 Apr 2024 05:51 | ||||||||||||||||
URI: | http://repository.uki.ac.id/id/eprint/14398 |
Actions (login required)
View Item |